Kamis, 05 Januari 2012

IBU DAN SAJADAH

Malam itu pukul 03.00 pagi saat semua terlelap tidur, terdengar suara pintu dari kamar Alvaridzie (Alva) 23 tahun, dia tidak sengaja terbangun karena ingin ke kamar mandi. Ketika Alva membuka pintu kamarnya untuk bergegas ke kamar mandi dia melihat ibunya yang sedang melaksanakan sholat di ruang TV.

Diapun berjalan perlahan agar tidak menggangu ibadah ibunya. Sesaat dia selesai ke kamar mandi dia tidak bergegas untuk segera masuk ke kamarnya, dia menunggu ibunya selesai sholat tahajud.

Tak lama kemudian ibunya pun selesai sholat lalu Alva menghampiri beliau sambil duduk disebelahnya. "Mah, kenapa belum tidur? Mamah sholat dari jam berapa, kok jam segini mamah belum tidur". Ucap Alva sambil merangkul ibunya yang masih mengenakan mukenah putih. "Mamah belum ngantuk nak, mamah pengen sholat soalnya pikiran mamah sedang tidak eanak". Balas ibunya Alva.

"Oh kalau begitu aku temenin mamah yah sampai jelang subuh, kebetulan aku juga udah kenyang mah tidurnya". Alva pun kemudian memegang tangan ibunya.

"Nak, mamah sebenarnya prihatin melihat kamu". 

"Kenapa mah?". Balas Alva sambil bingung.

"Seharusnya seumuran kamu sudah bisa kerja, dan sudah lulus kuliah". Terang ibunda Alva.

"Semenjak kejadian kamu di cutikan secara sepihak oleh kampus, pikiran mamah ga karuan, mamah malu dan mamah juga ga bisa menceritakan apa-apa lagi sama keluarga, terlebih mamah malu sama Suami mamah soalnya anaknya Putri yang udah kuliah bisa saja nanti malah duluan lulus kuliah dan kerja". Ujar ibunda Alva sambil meneteskan ari mata.

Putri adalah anak dari suami baru ibunya Alva, Ibunya Alva ditnggal meninggal suaminya sejak Alva masih duduk di bangku kelas 3 SMP. saat itu pula ibunda Alva sendiri membesarkan, mendidik dan memberikan pendidikan yang layak kepada Alva selama 5 tahun sebelum beliau menikah dengan Pria lain yang memiliki 3 anak. Alva sendiri adalah anak pertama dari 2 bersaudara. singkat cerita Alva seharusnya sudah lulus kuliah, namun karena ada masalah di kampus dia di cutikan sepihak oleh kampus sehingga dia harus menunda jadwal kelulusannya.

"Mah, maafin Alva yang ga bisa membuat mamah senang, keluarga senang, Alva sendiri sangat menyesali kejadian ini mah". Ujar Alva sambil meneteskan air mata.

"Setiap hari mamah mendoakan kamu dan Yudha (adik Alva) agar kalian bisa menjadi orang yang sukses dan berguna, terlebih mamah pengen melihat kamu jadi orang berpengaruh disini di desa ini".

"Mamah selalu berharap setelah sepeninggalan Papah kamu kalian menjadi anak Yatim yang sukses, anak yatim yang bisa dilihat oleh orang lain, mamah ga mau kamu kaya mamah yang hanya sekolah sampai SMP, cukup mamah saja yang merasakannya, mamah pengen anak mamah jauh lebih baik dari mamah. Dulu saat mamah masih sekolah mamah selalu dianggap remeh hanya karena mamah anak seorang Tukang Cukur rambut".

Mendengar cerita itu Alva semakin larut dalam tetesan air matanya

"Mamah dulu selalu dikucilkan, hanya kalangan orang kaya yang bisa sukses. Namun setelah sekolah mamah banting tulang demi keluarga, demi Abah, Mimi dan adik-adik mamah yang masih kecil. Mamah ga pernah sekolah sampai ke jenjang SMA, namun semua adik mamah alhamdulillah bisa sekolah, bahkan sampai kuliah dan ada yang menjadi Perawat di Rumah Sakit, semua itu berkat kerja keras mamah yang ikhlas untuk keluarga". Jelas ibunya sambil membelai rambut Alva.

"Mah, aku gagal untuk bisa seperti mamah, aku malu sama diri aku sendiri mah, aku ga pantes jadi bagian keluarga mamah, aku menyia-nyiakan waktu dan materi yang mamah perjuangkan untuk aku". Alva pun bercerita seraya menunduk.

"Sudahlah, mungkin ini sudah jalan yang Allah kasih untuk kita, kamu ga salah kok, mungkin saja mamah yang salah sehingga kita ditimpa masalah seperti ini, mungkin juga kamu yang belum maksimal, kamu harusnya bangga karena kamu masih memiliki mamah yang bisa berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain, bisa kuliahkan kamu". Sambil mengusap dada Alva.

"Mamah beruntung juga masih memiliki kalian berdua, walaupun ada keluarga baru tapi yang ada dalam pikiran mamah itu hanya kalian berdua, mamah berdoa setiap hari, menangis diatas sajadah ini hanya untuk kalian, mamah yakin suatu saat nanti kalian bisa menjadi orang sukses dan bisa membuat mamah menangis bahagia".

Mendengar ucapan ibunya Alva pun semakin larut dalam kesedihan, pasalnya Alva adalah anak pertama, cucu pertama dan keponakan pertama, dia harus menjadi contoh yang baik bagi adik dan sepupunya. 

"Mamah iklhas kok, mamah ga menyalahkan siapapun, mamah tidak akan berhenti berdoa untuk kalian berdua, mamah juga ga akan berhenti disini, ingat nak kamu masih muda gunakan waktumu sebaik mungkin, untuk duniamu untuk akhiratmu, perbanyak doa kepada Allah agar kamu diberikan kemudahan dalam menjalani hidup ini".

"Iya mah, aku bangga memiliki ibu seperti mamah yang ga pernah mengeluh sedikitpun, aku bangga karena mamah masih setia mendoakan aku, walaupun sebenarnya aku jarang mendoakan mamah".

"Tidak apa-apa kok, mamah bersyukur diberikan anak yang nurut sama mamah saja itu sudah lebih adri cukup". Sambil tersenyum dan mengusapkan air mata di pipi Alva.

Tak terasa waktu sudah mendekati subuh dan adzan subuh pun berkumandang

"Mah, sudah subuh aku mau ambil wudlu dulu mau sholat". Alva langsung menuju kamar mandi untuk ambil air wudlu.

"Ya sudah cepetan mamah tunggu, nanti kamu jadi imam". Tegur ibunya Alva.

Semoga cerita ini bisa menginspirasikan temans yang senasib dengan Alva, dalam keadaan apapun sekalipun dalam keadaan sakit, seorang Ibu akan selalu setia mendoakan  anaknya waalupun anaknya jarang mendoakan ibunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar